Kenapa (Saya) Tak Menulis?

Sudah lama saya tidak menulis, apalagi menghasilkan sebuah karya. Barangkali ada dua tahun. Kasihan, ya? Seorang yang bermimpi menjadi writepreneur, tapi tak menulis dalam kurun waktu selama itu. Apa pantas? Entahlah.

Sebenarnya ada satu hal yang membuat saya pernah merasa ragu untuk menulis. Apa itu? Oke, akan saya ceritakan.

Saat itu, saya melihat sebuah tulisan di internet (entah di mana sumbernya, aku lupa) yang kurang lebih menerangkan bahwa banyak penyair atau pun penulis yang masuk neraka karena tulisannya. Seketika aku merasa terenyak. Benarkah? Dan, setelah dibaca-baca, saya temukan alasan akan hal itu. Ternyata, tulisan seorang penyair atau penulis yang mengantarkan atau menginspirasi pada kemaksiatan bisa membuat si penyair atau penulis tersebut terperosok ke jurang api neraka. 

Saya merasa lunglai kala itu. Terlebih, beberapa cerpen saya yang ber-genre romance remaja atau dewasa berkisahkan tentang kisah cinta dua insan yang berpacaran, dan sejenisnya. Saya sempat merasa terpuruk beberapa saat. Berminggu-minggu berhenti menulis. Memikirkan hal itu membuat kepala sakit. Bagaimana jika banyak remaja terinspirasi untuk berpacaran setelah membaca cerpen romance saya?

Beberapa waktu setelah keterpurukan itu, saya memutuskan untuk mengubah genre tulisan menjadi religi atau inspiratif. Sadar bahwa saya orang yang buta ilmu dan jauh dari kata alim, saya berniat untuk belajar agar bisa menghasilkan tulisan yang lebih bermanfaat, yang kelak bisa mengantarkan ke jannah-Nya.

Kejadian tak terduga pun terjadi saat saya hendak terjun kembali ke rumah "kedua"--menulis. Allah menganugerahkan kami (saya dan suami) dengan seorang malaikat kecil di dalam perut. Seperti ibu hamil kebanyakan, saat itu saya mengalami morning sickness yang lumayan parah. Saya tidak ingin keluar kamar, apalagi melakukan aktivitas seperti biasanya. Inginnya tiduran di kasur. Hal itu berlangsung sampai usia kandungan empat bulan.

Semangat menulis saya kembali terempas. Meskipun sudah tidak lagi mengalami morning sickness, tapi bara di hati ini meredup kembali. Sampai berbulan-bulan berikutnya, tuts-tuts di keyboard jarang lagi tersentuh untuk sekedar menulis cermin, puisi, cerpen, dan sebagainya. 

Setelah melahirkan, niat untuk menulis datang lagi. Ya, tentunya di sela-sela rutinitas baru sebagai seorang MahMud alias Mama Muda. Nyatanya, saya hanya bisa menyusun outline-outline saja untuk naskah berikutnya.

Saya merasa semakin buntu. Rasanya sulit sekali untuk memulai melengkapi sebuah paragraf. Kalimat pertama, berhasil. Kalimat kedua, cukup lancar. Kalimat ketiga, agak tersendat. Kalimat terakhir, macet. Begitu selalu. 

Untuk mengatasi hal itu, saya kembali membaca karya-karya yang pernah dibuat. Lalu, saya melihat beberapa karya teman di facebook. Beberapa artikel juga dilahap untuk menambah wawasan dan memperkaya diksi. Namun, saya luput membaca buku. Sekali lagi, saya tinggalkan buku catatan dan laptop dalam kesendirian. 

Sampai saat ini, saat saya sudah mempunyai usaha penerbitan indie sendiri--Mazaya Publishing House, saya masih belum bisa menghasilkan karya (lagi). Ketika teman-teman sudah menjuarai event-event kepenulisan, tembus media cetak lokal dan nasional, menghasilkan satu atau lebih buku solo, saya malah sibuk mencari-cari alasan kenapa belum juga menulis. 

"Banyakin baca buku dulu. Baru nanti nulis."
"Saya kan punya baby. Repot."
"Saya juga kerja, ngajar di kampus dan sekolah. Sibuk."
"Penerbitan yang saya jalankan membutuhkan perhatian ekstra."
"Rumah juga perlu diurus."
"Saya sedang memikirkan dulu, tulisan seperti apa yang harus ditulis. Apa itu ada manfaatnya atau tidak?"

Halah. Semua alasan itu non-sense. 
Ya. Kalimat itu yang selalu saya bilang pada diri sendiri. Untuk urusan satu ini, saya merasa pintar mencari alasan. Padahal, banyak orang super sibuk di luar sana yang masih konsisten menulis. Heem, kadang diri ini merasa iri pada mereka. Mereka saja bisa, kenapa saya tidak?

Maka dari itu, malam ini, detik ini, jemari ini kembali menulis. Entah menulis apa. Entah ini ada guna atau tidak. Saya tak tahu. Saya hanya ingin mengobati rindu. Sesederhana itu. Dan, semoga setelah ini, akan banyak lahir tulisan yang menginspirasi yang Allah karuniakan pada saya. Aamiin.

Tasikmalaya, 7 Januari 2016 (pukul 23:43)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel Love Sparks in Korea Karya Asma Nadia

Carilah Sahabat dan Berbuat Baiklah Padanya!