High Heels Dari Pangeran
“Akhirnya,
aku dapet juga sepatu ini...” ujar Tiara sambil mengusap-usap high heelsnya
yang baru saja ia beli. Ia nampak senang sekali. Bagaimana tidak, hampir satu
tahun dia mengumpulkan uang untuk bisa membeli sepatu seharga Rp. 850.000,00
itu, harga sepatu yang baginya mahal sekali.
“Kata
orang, wanita itu harus mempunyai sepatu yang bagus, agar bisa mengantarkan dia
ke tempat yang bagus pula.” Tiara menggumam dan tersenyum lagi sendirian sambil
melenggang keluar dari toko sepatu.
Tiara
gadis yang biasa-biasa saja. Jangankan untuk membeli sepatu semahal itu, untuk
biaya kuliahnya pun dia harus bekerja sambilan di sebuah toko kue. Karena
gajinya di toko kue tidak seberapa, makanya waktu yang ia butuhkan untuk
mengumpulkan uang untuk membeli sepatu impiannya itu begitu lama.
“Hei,
cewek aneh...!” langkah Tiara terhenti karena mendengar suara itu. Dia menoleh
ke kanan.
“Hah lagi-lagi dia?!” Tiara
menghela nafas. Rupanya Putera yang memanggilnya. Sang Pangeran Kampus yang
sombong, super tajir dan juga super nyebelin.
“Heh,
darimana kamu?” suara itu makin mendekat ke arah Tiara.
“Apa
urusanmu cowok aneh?” Tiara mengerutkan dahi.
“Hah,
beraninya kau bilang aku cowok aneh!” Putera naik pitam. Wajahnya terlihat
kesal.
“Memangnya
kenapa? Lihat dirimu, gayamu itu berbeda dengan pria lain. Cara bicaramu, cara
berjalanmu, dan terutama sifatmu itu yang super nyebelin membuatmu terlihat
aneh.” Tiara nyerocos mencibir Putera. Dia merasa puas bisa bicara begitu. Putera
memang sering sekali membuat ulah pada Tiara, mungkin karena Tiara tak pernah
menyerah jika Putera mengganggunya.
“Hah,
kau pikir kau ini siapa? Lihat kau juga seperti apa. Bajumu itu kampungan!
Bicaramu keras sekali, dan kau itu suka menyendiri! Apa itu tidak aneh, hah?!”
Putera tidak mau kalah, ia balas mengejek Tiara.
Tiara
terlihat marah sekali. Ia menghampiri Putera. Ia hendak memberi perhitungan
pada cowok menyebalkan itu. Tapi, belum sempat Tiara berbuat apa-apa, Putera
lebih dulu mendorongnya. Tiara pun terdorong ke tepi trotoar, dan sepatunya
terlempar ke tengah jalan. Tiara kaget melihat high heelsnya terlempar. Ia
segera memungutnya. Namun, tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang dari arah
kanan. Mobil itu menggilas sepatu baru Tiara. Tiara melongo melihatnya.
Tiara
segera mengambil sepatunya. Dan betapa hancurnya hati Tiara melihat sepatunya
patah dan rusak.
“Hei,
orang bodoh! Ini semua gara-gara kau!” Tiara membentak-bentak Putera. Dia
menghampiri Putera yang sedang memperhatikannya di tepi jalan.
“Heh,
itu cuma sepatu. Kenapa kau begitu marah padaku?” Suara Putera tak kalah
kerasnya.
“Bagimu
ini cuma sebuah sepatu. Tapi bagiku ini impianku.” Tiara naik darah. Ia begitu
marah sekali.
“Iya.
Aku bahkan bisa membeli toko sepatunya untukmu. Sudahlah, kau tidak perlu
semarah itu padaku.” Putera bicara dengan wajah tanpa dosa.
“Dengar
yah Tuan sombong! Aku mengumpulkan uang selama hampir setahun untuk bisa
membeli sepatu ini. Dan sekarang setelah aku mendapatkannya, sepatu ini rusak
gara-gara kau! Kau itu selalu membuatku sial. Aku sungguh membencimu!” Tiara
meluapkan amarahnya, lalu pergi dari hadapan Putera.
Tiara
berlalu. Ia pergi dengan perasaan hancur. Langkah kakinya terlihat lesu. Impian
yang baru saja dia dapatkan, kini hancur gara-gara pria sombong itu. Ia tidak
tahu, akan bisa membeli sepatu seperti itu lagi atau tidak. Yang jelas, ia
harus mulai lagi dari awal.
* * *
“Ra,
ada yang mau kakak bicarakan. Kita bisa pergi ke taman sebentar?” pinta kak
Yoga, pacar Tiara. Meraka pacaran sudah cukup lama, hampir setengah tahun. Bagi
Tiara, kak Yoga adalah pangeran di hatinya.
“iya,
bisa kok Kak.” Jawab Tiara antusias. Mereka lalu berjalan ke taman yang
tempatnya tidak terlalu jauh dari rumah Tiara.
Tak
disangka, di jalan Tiara melihat sesosok pria yang amat menyebalkan di matanya,
Putera. Putera sedang memperhatikan Tiara dari dalam mobil mewahnya. Dia
kelihatan sedang bersama kedua sahabatnya. “Aah.. kenapa aku harus melihat
lelaki itu.” Gumam Tiara, ia merasa akan terkena sial lagi.
Tak
lama kemudian mereka sampai di taman. Mereka duduk di kursi panjang yang
terbuat dari bambu.
“Kakak
katanya mau bicara, bicara apa?” Tiara memulai pembicaraan.
“Tiara,
kamu tahu kan kalau kakak sayang banget sama kamu.”
“Iya,
Tiara tahu. Tiara juga sayang banget sama kak Yoga. Tapi, bukan itu kan yang
mau kakak sampein?”
“Iya
sih. Tapi, sebelumnya kakak minta maaf sama kamu Ra. Apapun yang kakak sampein,
kakak harap kamu ga benci sama kakak.” Nada bicara Yoga serius.
“Kok
kakak bicara begitu. Memangnya apa yang mau kakak sampein?” Tiara terlihat
bingung. Ia tak tahu arah maksud pembicaraan Yoga.
“Kita
putus yah Ra?!”
“Apa?
Putus?” Tiara kaget setengah mati. Bibirnya bergetar, wajahnya pucat. Dia tak
pernah menduga akan ada kata seperti itu dari pangerannya.
“iya Ra. Kakak tahu kamu pasti kaget mendengarnya. Tapi, ini memang yang
terbaik Ra.” Yoga menenangkan Tiara. Ia kelihatan merasa bersalah sekali. Tapi,
kata-katanya itu tak dianggap oleh Tiara. Tiara hanya diam saja.
Yoga
melanjutkan perkataannya. “Selama ini, kakak memang sayang banget sama kamu.
Kamu berbeda dengan gadis yang lainnya. Tapi, kakak sadar kalau kakak
menyayangi kamu sebagai adik. Ga lebih. Kakak ga pernah bisa mencintai kamu.
Maafin kakak Ra. Kamu terlalu baik untuk kakak.”
“Jadi
begitu? Kalau memang seperti itu, Tiara ga bisa berbuat apa-apa. Tiara terima
permintaan kakak.” Suara Tiara agak parau. Nafasnya terasa sesak.
“Kamu
baik-baik yah Ra. Semoga kamu mendapatkan pangeran yang jauh lebih baik dari
kakak.” Yoga mengusap rambut Tiara. Dia mencium keningnya. Lalu pergi, menjauh,
hingga hilang di kegelapan malam.
Tiara
masih duduk sendiri di taman. Ia tak percaya dengan yang baru saja terjadi.
Hatinya sakit, hingga ia menangis sesenggukan. Namun, dalam tangisnya, ia mendengar
suara beberapa langkah kaki menghampirinya.
“Hei
cewek tangguh! Kenapa kau menangis seperti itu? Ternyata, gadis seperti kau
bisa juga menangis. Haha..”
Tiara
menoleh ke arah suara itu. Putera dan kedua sahabatnya. “Lagi-lagi kau?!” ujar
Tiara dengan raut wajah yang merah padam. “Kau selalu membuatku sial. Untuk apa
kau disini? Gara-gara kau ini terjadi.”
“Hah,
dasar cewek aneh. Kenapa kau selalu menyalahkan aku? Aku tidak berbuat apa-apa.
Kau sentimen sekali!” nada bicara Putera jadi naik.
“Sebentar
Tiara. Kau tenang dulu. Sebenarnya, ada yang ingin disampaikan Putera padamu.” Ujar
Reno sambil mendorong bahu Putera. Tiara melirik tajam.
“Aku...
aku ingin minta maaf.” Putera terbata-bata.
“Untuk
apa?” jawab Tiara sinis.
“Heh,
kenapa kau sinis begitu? Aku berniat baik, kau malah tidak menghargainya.”
Putera jadi emosi. Bicaranya jadi keras.
“Untuk
apa aku menghargaimu? Kau juga tidak tulus minta maaf kan? Kalau tidak ingin
minta maaf, tidak usah kau lakukan. Dasar cowok sombong.!”
“Apa?
Kau ini...” Putera hendak melayangkan tangannya ke muka Tiara.
“Eh,
sudah Put. Kau tenang!” seru Ferdi menenangkan sahabatnya. “Tiara, kau ini
bagaimana? Tolong hargai sedikit dong Putera. Dia ingin meminta maaf padamu.”
“Iya,
kau tidak boleh begitu Tiara.” Reno menambahkan.
“Dia
itu tidak tulus minta maaf padaku. Aku tahu itu. Lagipula, aku sudah capek
dengan ulahnya. Dia selalu membuatku sial. Hari ini apalagi. Dia itu seperti
hantu, terus mengikuti aku kemanapun. Aku sudah tak tahan padanya.” Ujar Tiara
lesu.
“Kenapa
kau begitu? Putus dari pacarmu malah menyalahkan aku. Heh, kau tidak perlu
seperti itu. Cuma gara-gara pria seperti itu, kau sampai menangis segala.
Lagipula, dia tidak mencintaimu dan dia juga tidak pantas untukmu. Sudahlah,
relakan saja dia.” Putera menenangkan Tiara. Kali ini dia bicara dengan serius.
“Emm..
bisa juga kau bicara seperti itu.” ujar Tiara tak peduli. Dia malah terus
berlalu meninggalkan Putera, Reno dan Ferdi.
*
* *
Hari
ini adalah pesta ulang tahun Universitas Barata. Hari spesial bagi semua
mahasiswa disana. Dan semua mahasiswa harus datang ke pesta itu, tanpa
terkecuali.
Di
tengah kesibukan mahasiswi lain yang sedang mempersiapkan diri untuk pergi ke
pesta, Tiara malah terlihat lesu. Ia sama sekali tidak antusias. Padahal
sebelumnya ia sangat antusias menunggu pesta ini.
“Aduh,
seharusnya malam ini aku bisa datang ke pesta itu dengan memakai sepatu
impianku yang kubeli kemarin. Tapi, gara-gara si bodoh itu, semuanya jadi
berantakan. Masa aku harus memakai sepatu ibu yang sudah jadul, lagipula sepatu
ini kekecilan. Tak masalah aku memakai baju ini, tapi sepatunya sama sekali tak
nyaman.” Tiara menggerutu sendirian sambil memperhatikan dirinya di depan
cermin. “Ya sudahlah, aku harus pergi, tak ada pilihan lain. Ibu toh akan marah
jika aku tidak pergi.”
Akhirnya
Tiara pergi juga ke pesta itu, meskipun dengan hati yang kurang semangat.
Tak
lama ia sampai di kampus. Suasananya benar-benar meriah. Gadis-gadis berdandan
sangat cantik, dengan gaun dan sepatu yang elegan. Sementara Tiara, hanya
memakai gaun kuno dan sepatu jadul bekas ibunya. Ia jadi minder. Apalagi pas
melihat ke arah pojok, terlihat sesosok pria yang begitu mempesona. Putera.
“Wah,
dia tampan sekali.” Tak sadar Tiara mengucapkan kata-kata itu. “Aduh, sejak
kapan aku melihat dia sebagai lelaki tampan, dia itu kan cowok aneh.” Tiara
kembali menyadarkan dirinya.
Dia lalu pergi ke depan,
menghirup udara segar, karena di dalam begitu sesak baginya. Dia sendirian di
luar.
“Aah, aku sama sekali tak suka
acara seperti ini.” Dia menggumam sendirian.
“Dasar cewek aneh, suka bicara
sendiri.” Hantu yang selalu mengikuti Tiara rupanya sedang memperhatikannya.
“Apa urusanmu?” Tiara melirik
Putera sambil mengerutkan dahinya. Tapi, Putera tak merespon perkataan Tiara.
Sesaat mereka berdua diam. Putera memandang ke depan, sementara Tiara tak sadar
memandangi Putera.
“Kenapa? Aku tampan kan?” seru
Putera tanpa melihat Tiara. Tiara terlihat gugup, ia jadi salah tingkah. Dan,
tiba-tiba saja Putera memeluk Tiara. Tiara mencoba melepaskannya, tapi pelukan
Putera erat sekali. “Kau jangan menoleh!” ujar Putera.
Untuk beberapa saat mereka
berpelukan, lalu Tiara melepaskan pelukannya. “Kau ini, mencari kesempatan
yah?” seru Tiara sedikit membentak. Dia lalu memalingkan muka ke depan, tapi
Putera melarang Tiara melihat ke depan. Putera menghalangi pandangan Tiara agar
tidak melihat ke depan.
“Kenapa kau menghalangi
pandanganku, hah?” Tiara kesal. Dia mencoba menarik Putera. Dan saat Tiara tak
sengaja melihat ke depan, dari kejauhan dia melihat kak Yoga berjalan dengan
seorang wanita, mesra sekali.
“Sudah kubilang jangan melihat
ke depan!” Putera berseloroh.
“Hah, jadi itu? Kenapa
memangnya aku tidak boleh melihatnya? Kau pikir aku akan patah hati, begitu?
Aku tidak apa-apa. Seperti katamu, aku sudah rela.” Sesaat Tiara terdiam sambil
memandangi kak Yoga dengan wanita itu.
“Aku hanya tidak ingin kau
menangis disini, memalukan.” Sahut Putera.
“Aku tidak akan menangis,
cowok aneh!” jawab Tiara santai. Ia sendiri merasa heran kenapa hatinya tidak
merasa sakit.
“Kau masih mengataiku cowok
aneh, dasar tak tahu diri!”
“Memang benar kau aneh kan?
Menyebalkan!”
Tiara
lalu pergi meninggalkan Putera sambil menggerutu mengata-ngatai Putera. “Dasar
cowok menyebalkan, cowok aneh!” Ia terus nyerocos sendirian sampai tiba-tiba ia
membentur tiang. Badannya terpental ke belakang, dan ia terpeleset hingga
jatuh.
“Aduh,
sakit..”
“Makanya,
kalau jalan liat-liat, jangan sambil menggerutu sendiri.” Putera tiba-tiba
sudah ada di hadapan Tiara. Dia lalu membangunkan Tiara dan membawanya ke kursi
di dekat tiang.
“Ini
gara-gara kau, aku jadi jatuh. Dan hak sepatuku jadi patah. Aduh, kau ini
selalu membuatku sial. Aah, bagaimana ini?” Tiara masih saja menggerutu.
“Sampai
kapan kau akan selalu menyebutku sebagai pembawa sial? Sampai kapan kau akan
selalu menyalahkan aku?” Ujar Putera tenang.
“Selamanya...”
“Baik
kalau begitu, selamanya aku akan selalu mengikutimu. Selalu ada dimanapun kau
ada. Begitu kan maumu?” Putera menyungging senyuman maut di bibirnya.
“Dasar
cowok aneh!” Tiara pun tersenyum. Hati mereka berdesir halus.
“Sudah
cukup nyerocosnya! Sekarang lepas sepatumu!” ujar Putera.
Tak
lama kemudian, datang seorang pria membawa sebuah kotak. Diberikannya kepada
Putera. Lalu pria itu pergi. Putera membuka kotak itu, dan ternyata isinya high
heels impian Tiara. Putera lalu memakaikannya di kaki Tiara.
“Sepatu
yang bagus ini, akan membawamu ke tempat yang bagus pula, bersamaku...” Putera
berkata sambil menarik tangan Tiara untuk mengajaknya ke dalam. Tiara tersenyum
manis. “Akhirnya, aku mendapatkan high heels impianku dari Pengeran Kampus yang
menyebalkan.” gumam Tiara.
# written on August 2009
Komentar
Posting Komentar