Cinta Salah Sambung
“Besok kita ketemuan di tempat biasa yah. Aku tunggu!” sms itu dikirim Tari ke nomor tujuan
085234232190.
Tak
lama kemudian terdengar suara HP Tari berbunyi. Balasan sms.
“oke.. btw ni siapa?”
“Ga usah becanda deh Da. Besok bisa kan?” Dikirimnya lagi sms ke nomor yang sama.
“iya, bisa. Tapi ini siapa dulu? Beneran, nomor kamu ga
ada di phonebook.”
Tari berpikir sejenak melihat
balasan sms itu. “kok si Nanda balas smsku kayak gitu yah?” Dia lalu melihat
nomor tujuan smsnya, 085234232190. “hah, kok bisa? Aduh, malu deh! Nomor si
Nanda kan 085234212390. Kenapa bisa lupa gini, biasanya juga ga.Gimana yah? Ah,
pura-pura ga tahu aja deh.” Tari menggumam sendirian.
Lalu HPnya berbunyi lagi. “kok ga dibales? Ini siapa donk?”
“aduh,sorry... Aku salah sambung. Sorry yah.”
“ga, aku yakin kamu ga salah sambung. Aku tahu, kamu
salah satu secret admirernya aku kan. Ngaku deh.!”
Tari merengut. “ih, aku bilang aku salah sambung. Sama sekali ga kenal
sama kamu. Ge-er amat sih.”
“ya terus kamu siapa? Aku yakin kamu kenal sama aku. Dan
ini bukan cuma kebetulan aja. Iya kan?!”
“idih, ngotot banget sih! Sekali lagi aku bilang aku
salah sambung. Aku bukan secret admirernya kamu. Aku tuh udah punya cowok tahu.
Dasar, cowok gatel!”
“idih, biasa aja donk. Aku juga udah punya cewek kok.
Kalau ga ngerasa, santai aja Nona Salah Sambung. Aku minta maaf deh...”
“iya, aku maafin. Tuan Salah Sambung.”
Tari merasa kesal sekaligus
malu pada lelaki itu. “Heran, kenapa ada cowok kaya gitu yah? Tapi tuh cowok
lucu juga, aneh!” Tari menggumam lagi.
“Maaf, aku rasa ini takdir. Mungkin kita bisa berteman.
Aku Arda.” Lelaki itu
mengirim sms pada Tari lagi.
“sama-sama. Mungkin bener juga. Aku Tari.” Tari membalas smsnya. “Pantes aja, dia
nyambung waktu aku manggil dia Da, orang namanya Arda. Hehe..” Tari menyungging
senyum di bibir tipisnya.
* * *
Hari
yang cerah. Pagi-pagi benar Tari sudah bangun. Dia sedang menikmati udara pagi
di halaman rumahnya, tiba-tiba HPnya berbunyi. Suara SMS. Dia lalu membukanya.
Dari Arda.
“Sambutlah mentari pagi dengan senyummu. Semoga harimu
menyenangkan. Pagi Nona Salah Sambung...”
“Pagi juga. Bisa-bisanya yah kamu ngesms kaya gitu. Dasar
pemain cinta. ^_^ “
“Aku bukannya seorang pemain cinta. Tapi aku hanya
seorang pecinta. He”
“iya, pecinta gila. Hehe...”
Tari lalu bersiap-siap untuk
pergi ke kampus. Selesai dandan, ia lalu duduk di depan rumahnya, menunggu
jemputan pacarnya. Lalu telpon Tari bedering.
“Hai, Nona Salah Sambung.”
Suara Arda dari sebrang sana. Tari tersenyum.
“Hai juga. Ada apa telpon?”
“Ga, aku cuma lagi nungguin cewekku
dandan. Aku lagi jemput dia di rumahnya, mau berangkat bareng ke kampus. Kamu
lagi ngapain? Aku ganggu ga?”
“Oh, pacar yang setia. Hehe.. Ga
ganggu sih, soalnya aku juga lagi nungguin cowokku jemput aku. Kita mau
berangkat bareng juga ke kampus.”
“Lho, kok kamu sih yang nunggu?
Biasanya kan cowok yang nunggu cewek.”
“Aku ga suka bikin cowokku
nunggu. Lebih baik aku yang nunggu dia.”
“Kamu beda banget sama cewek
aku.”
“Ya, kamu juga beda sama cowok
aku. Tapi, udahlah. Ga usah kita banding-bandingin, ga baik juga kan. Entar
kita malah main api lagi. Hehe..”
“Iya juga sih. Emang kamu
takut main api?”
“Ga juga, heuheu..”
Pembicaraan
mereka terhenti, karena dari sebrang sana terdengar suara seorang wanita
memanggil Arda. Mereka memutuskan telponnya. Tari masih kelihatan sumringah
saat dia menutup telponnya. Lalu Saca, pacarnya Tari datang.
“Kenapa
Ai, kamu kelihatan seneng banget. Abis terima telpon ya? Dari siapa?” Saca
menyelidik.
“ah,
ga kok. Itu tadi orang salah sambung. Lucu...”
“oh
gitu. Hati-hati lho sama orang salah sambung.” Saca serius mengingatkan.
“iya,
tenang aja.” Mereka pun lalu berangkat.
Sesampainya
di kampus, seperti biasa mereka sarapan di kantin sambil ngobrol-ngobrol. Tidak
ada yang berubah, hubungan mereka sama seperti biasanya. Tapi, Tari merasa
bersalah pada Saca. “Kenapa aku tidak terus terang. Ini baru pertama kalinya
aku begini.” Pikirnya dalam hati. Dia merasa sedang menyembunyikan sesuatu dari
Saca.
* * *
Masih
di hari yang sama. Siang ini seperti biasa, Tari ikut Saca main futsal. Tapi,
kali ini dia tidak ikut main, dia hanya duduk menunggui Saca. Sementara Saca
main, telpon Tari berdering. Nomor yang sama dengan tadi pagi.
“hallo,
Arda?!”
“iya.
Lagi ngapain kamu?”
“Aku
lagi nemenin cowokku main futsal. Biasanya sih kadang aku ikut main, tapi hari
ni enggak, lagi males. Kamu lagi ngapain?”
“Wih,
cewek main futsal. Kamu cewek tomboy yah? O ya, aku abis nganterin cewekku ke
kantor redaksi majalah, nganterin tulisannya. Btw, ceritain donk tentang kamu,
cowok kamu, hubungan kalian, atau apalah. Entar giliran. Itu juga kalau boleh.”
“Ya
boleh juga. Aku sih bukannya tomboy Da, tapi suka aja main futsal. Aku tuh
pacaran sama cowokku udah sekitar dua tahunan, sejak di SMA. Aku ini cewek yang
aneh, sentimentil, childess tapi tangguh, jealousan, suka ngambek ga karuan,
kadang rame dan kadang suka speechless gitu. Tapi, cowok aku satu-satunya cowok
yang ngertiin aku banget. Makanya, aku sayang banget sama dia. Dia tuh cowok
yang ga neko-neko, sederhana, rame dan gaul juga. Kita jarang banget ngedate
serius gitu. Palingan, kalau malem minggu dia main ke rumahku. Terus
jalan-jalan ke taman hiburan. Kalau hari-hari biasa, kita suka main futsal atau
ke out bound. Dan yang paling kita suka adalah hiking dan climbing. Eum,
sekarang giliran kamu deh!” Tari menghela nafas.
“Wah
beda banget... Tapi, aku juga udah dua tahunan pacaran sama cewekku. Dari SMA
juga. Sifatku nih tempramen, jarang ngomong, serius dan nggak romantis. Tapi,
cewekku juga satu-satunya cewek yang pengertian dan sabar. Dia tuh cewek modis,
feminin dan dewasa tapi manja. Dia suka nulis gitu. She’s my princess. Paling
kalau ngedate kita tuh nonton, travelling, ke toko buku, karena kita suka
banget baca, dinner. Dan kita suka banget ke pantai, laut dan diving.”
“Ih,
beneran beda banget donk ya... Hehe” Tutur Tari.
Mereka
lalu bicara panjang lebar, kesana kemari. Menceritakan kebiasaan masing-masing
yang bertolak belakang. Menceritakan banyak hal tentang hidup mereka. Sampai
pembicaraan mereka berhenti sesaat setelah Arda berbicara satu hal pada Tari.
“Tari,
kita pacaran aja gimana?” nada bicara Arda serius.
“Kenapa?”
sontak Tari menjawab dengan tanya.
“Aku
rasa, kita deket banget sekalipun kita belum ketemu. Aku ngerasain sesuatu yang
beda aja. Aku suka sama kamu. Kamu gimana?”
“Eung,,
aku juga ngerasa gitu sih.”
“Jadi
kita pacaran yah mulai sekarang. Tapi, ini secret yah?”
Tanpa
berpikir banyak, Tari langsung menjawab. “Eum, oke deh.”
Akhirnya
mereka benar-benar bermain api. Entah disadari atau tidak, mereka melakukan
sesuatu yang sama sekali tak terbayangkan sebelumnya, selingkuh.
Hari-hari
berikutnya memang sama seperti biasa. Hubungan mereka dengan pacar mereka sama
sekali tak berubah. Hanya saja ada sesuatu yang berbeda dalam kehidupan Arda
dan Tari. Mereka tetap memperhatikan pacarnya, tapi mereka jadi mendapat
perhatian ganda. Hubungan mereka semakin dekat. Arda yang ga bisa gombal dan
romantis, malah sering gombalin Tari. Dan Tari pun perhatian banget sama Arda. Sekalipun
tidak pernah bertemu, tapi hubungan lewat sms dan telpon pun sangat mereka
nikmati. Setiap hari mereka menikmati perselingkuhan tak disadari itu.
Dan
hari ini, adalah hari ke tujuh untuk hubungan mereka. Seperti biasa mereka
telpon-telponan. Tapi, saat mereka sedang asyik ngobrol, dari sebrang tiba-tiba
Arda memutus telponnya karena terdengar suara seorang wanita memanggilnya.
Jelas, Tari merasa jealous, dan di raut wajahnya jelas terlihat kemarahan.
Beberapa lama kemudian Arda menelpon Tari lagi. Dengan sengaja dia
memanas-manasi Arda dengan terus membicarakan Saca. Arda pun kedengarannya
bereaksi sama dengan Tari. Akhirnya, mereka bertengkar hebat di telpon, dan itu
untuk pertama kalinya.
Usai
pertengkaran terjadi, wajah Tari terlihat ditekuk. Dia lalu pergi untuk menemui
Saca di rumahnya. Tapi, sepertinya hari ini hari yang menyedihkan bagi Tari.
Dia melihat Saca baru turun dari boncengan seorang wanita. Lalu Tari pun menghampiri
Saca dengan kekesalan di hatinya.
“Darimana
Sa? Itu siapa?” Tari terlihat manyun, wajahnya ditekuk.
“Dari
rumah Roni, kebetulan tadi motor mogok. Terus ada Via, dia nawarin bareng. Yah,
aku ga enak kalau nolak. Kenapa? Seperti biasa yah? Sa seneng Ai jealous lagi
kayak gitu. Beberapa hari ini, Ai ga pernah jealous dan marah-marah.” Jawab
Saca sambil menengadahkan muka Tari yang ditekuk dan dibawanya Tari ke teras
rumahnya. Tari masih saja membisu.
“Maafin
Sa yah bikin Ai kesel lagi?” Saca mengusap rambut Tari yang lembut.
“Kok
Sa lagi yang minta maaf. Kali ini, Ai yang harusnya minta maaf.” Tari memasang
wajah memelas.
“iya
deh kita saling bermaafan. Hehe..” Saca mencoba menghibur. “Ai, Sa ga akan
pernah nyakitin Ai. Inget itu yah?! Sa tahu, kalau seandainya Sa selingkuh, Ai
pasti akan sakit banget.”
“Terus
kalau Ai yang selingkuh?” Tari memandang Saca lekat-lekat.
“Palingan
juga Ai yang nangis. Hehe..” tutur Saca polos. Tari langsung terhenyak. Sesaat
ia terdiam. Lalu dia memeluk pacarnya erat. Seakan merasa bersalah atas
perbuatannya yang bodoh. Dan di sebrang, sesuatu yang sama sedang terjadi pada
Arda.
Tari lalu pulang ke rumahnya. Diambilnya
HP di kasurnya. Lalu dia menekan dialed number, ada Arda di urutan pertama.
Belum sempat dia menekan call, HPnya sudah berbunyi. “Hallo.. Baru saja aku
ingin telpon kamu. Aku ingin...” Tari menarik nafas, “aku ingin minta maaf”
serentak mereka mengatakan itu. Lalu mereka tertawa.
“Dan,
ada satu hal lagi.” Sambung Arda. “Aku juga...”sahut Tari.
“Kita
putus saja.” Mereka pun berbarengan lagi mengucapkan itu.
Lalu
mereka akhirnya sepakat untuk mengakhiri perselingkuhan mereka. Dan sebelumnya,
untuk pertama kalinya mereka membuat janji bertemu di jembatan dekat taman
kota. Mereka ingin mengakhirinya baik-baik.
* * *
Sudah
setengah jam Tari berdiri di jembatan menunggui Arda. Tari memakai T-shirt
putih, cardigan biru, jeans dan skarf
biru. Rambutnya diikat, dan ia nampak sederhana. Tak lama, terlihat
seoarng lelaki memakai kaos putih, kemeja kotak-kotak biru dan celana skaters
menghampiri Tari. “Hai, Nona Salah Sambung.” Seru Arda mengagetkan Tari. “Kok
bisa tahu?” Tari merengut heran melihat lelaki tampan di depannya.
“Feeling..”
jawab Arda simple. Tari pun tersenyum. Senyuman manis yang membuat hati Arda
sedikit berdesir.
Sesaat
mereka terdiam. “Ternyata kamu ga seperti yang aku bayangkan.” Mereka
berbarengan lagi. “Kita sehati” ujar Arda. Tari hanya tersenyum.
“Arda,
hubungan kita itu satu kesalahan yang besar. Bahkan, aku sama sekali tak pernah
membayangkan akan melakukan hal seperti itu. Sekalipun kita hanya hubungan
lewat telpon dan sms.” Tari mulai berbicara serius.
“Aku
juga merasa begitu. Cinta kita itu hanyalah sebuah cinta salah sambung.
Hubungan kita hanya sebagai persinggahan dari hubungan yang telah lama kita
jalin dengan pacar kita. Dan keputusan kita untuk putus, itu tepat sekali.”
Arda menambahkan.
“Kalau
begitu, kita putus baik-baik. Dan sebelum berpisah, untuk pertama dan terakhir
kalinya kita harus berjabat tangan.” Ujar Tari sambil mengulurkan tangannya.
Arda
terdiam. Dia lalu menjabat tangan Tari beberapa saat, dan ditariknya tangan
Tari sampai Tari memeluknya. “Ini untuk pertama dan terakhir kalinya.” Kata
Arda.
“Kelak,
kita tidak boleh bertemu lagi.” Tari bertutur sambil meneteskan air mata.
“Iya.
Aku minta maaf, karena aku yang mendahului. Kelak, ini tidak boleh terjadi
lagi. Kita harus lebih dewasa.” Arda ikut meneteskan air mata.
Untuk
beberapa saat, ada cerita tentang hati mereka yang sama-sama merasakan sesuatu
di kala mereka mengawali dan mengakhiri hubungan itu. Setelah beberapa lama,
akhirnya mereka melepaskan pelukan mereka.
“Kita
harus janji, ini adalah rahasia kita berdua saja.” Pinta Arda lembut.
“Aku
janji. Terima kasih untuk tujuh hari yang indah, Tuan Salah Sambung.” ujar Tari
dengan suara parau.
“Terima
kasih juga untuk hubungan gelap kita, Nona Salah Sambung.” Arda menutup
pembicaraan.
Mereka
lalu berpisah. Saling menjauh dan tak saling berpaling. Arda kembali mengambil
jalannya, dan Tari pun mengambil jalannya. “Ternyata, aku telah tergoda hanya
karena cinta salah sambung.” Gumam Tari sambil kembali meneteskan air mata.
#ditulis 11/8/2009
Komentar
Posting Komentar